Terus Berdzikir Meskipun Hati Masih Ghoflah/Lupa

“Karena lupa kamu atau terlupanya kamu dari wujud dzikir Allah itu lebih berat dibanding keadaan lupa kamu ketika kamu masih berdzikir pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala”. Nasihat ini disampaikan oleh beliau untuk siapapun dari murid-muridnya atau para pencari ilmu tentang taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kalau orang sudah benar-benar dekat pada Allah, hatinya selalu berdzikir pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ketika ulama menjelaskan tentang ayat ittaqu haqqa tuqatihi, di antara bagian dari takwa yang sampai tingkat hakikat haqqa tuqatihi adalah selalu berdzikir tanpa pernah lupa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tentu saja setiap dari kita kadang dzikir dan benar-benar dzikir lahir batinnya, dzikir lisannya, dzikir hatinya, dzikir perasaannya pula semua total dzikir pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dzikir pula kesadarannya bahwa dia berdzikir itu karena dapat pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tanpa pertolongannya dia tidak bisa apa-apa. Termasuk berdzikir pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan dzikir kesadaran semacam itu, dia tidak akan pernah sumah, pamer, riya akan dzikirnya. Di hadapan orang banyak dia tetap dzikir tanpa ada orang yang memantaunya. Tidak ada suaranya, tetap saja dzikir. Karena memang dzikirnya itu benar-benar lillah karena Allah. Sadar bisa dzikir juga karena pertolongan Allah. Dia juga ketika dzikir itu benar-benar ada dalam kesadaran sesuai dengan apa yang dia dzikirkan. Kalau dia dzikir itu dalam wujud membaca Al-Qur’an, maka pikirannya memahami apa yang dia baca dari Qur’an itu. Hatinya mengikuti ketika ada perintah ibadah, dia siapkan mentalitasnya untuk patuh beribadah. Kalau yang dibaca ayat-ayat tentang larangan Allah, dia juga menguatkan dalam hatinya untuk tidak pernah melanggarnya. Kalau tentang sikap-sikap akhlak yang mulia, maka dia juga kukuhkan dalam hatinya untuk memenuhi semua akhlak mulia itu dalam hidupnya. Itu bagian dari dzikir. Kalau dalam satu ayat Qur’an disebutkan, “Fala taqrabus shatta wa antum sukar.” Jangan kamu mendekati shalat dalam keadaan mabuk. Kata sukaro itu termasuk mencakup benar-benar mabuk karena mengkonsumsi apapun yang benar-benar mabuk dalam kondisi masih mabuk shalat.
Tapi juga ada yang memperluasnya apapun dzikir yang diucapkan ketika orang mengucapkan itu tidak ada kesadaran sama sekali terkait dengan apa yang di dzikirkan. Dia membaca ya rahman ya rahim tapi tidak pernah menyadari apa makna asmaul husna Ar-Rahman Ar-Rahim apalagi menginternalisasikan sikap Rahman Rahim pada dirinya Ketika bermuamalah berhubungan dengan sesama itu sebetulnya tidak banyak, beda dengan orang yang makruh karena sama-sama tidak menyadari, tidak memahami, tidak menghayati apa yang diucapkan sehingga hanya meluncur begitu saja. Karena itu terbaik orang berdzikir baik secara lisan maupun dzikir yang hanya ada dalam hatinya tentu saja dibarengi dengan pemahaman tentang kata dzikir yang dia pilih. Ketika dia baca shalawat dia juga paham shalawat yang dibaca itu apa maksudnya. Bershalawat pada Nabi. Dengan bershalawat pada Nabi dia berarti mengetahui perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bershalawat pada Nabi dia berarti menempatkan diri dalam posisi yang akan diberikan rahmat lebih banyak oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tetapi ketika siapapun dari kita berdzikir tetapi belum bisa dalam kualitas yang baik, dzikir dengan hudhur hati. Jangan tinggalkan dzikir. Karena dengan tetap berdzikir kita punya harapan Allah akan berikan pertolongannya sehingga akan meningkatkan kualitas dzikir kita.
Jadi dzikir yang dibarengi dengan Ghoflah. Hati yang lupa tentang siapa yang dipikirkan. Hati yang lupa tentang adanya maknunah Allah dalam berdzikir. Bahkan lupa pula dengan isi apa yang dipikirkan. Apalagi internalisasinya. Ada harapan akan ditingkatkan menjadi dzikir yang dibarengi dengan hudhur. Hatinya hadir tidak ke mana-mana, hanya fokus pada dzikirnya. Usul sambung dengan yang di dzikirkan. Itu yang bisa diharapkan dengan tetap berdzikir. Atau bahkan ada orang yang pernah diberi peringatan oleh Kyai Al Hikmah Maltiqamah. Untuk mendapatkan hikmah termasuk hikmah dari dzikir apapun penting istiqomah. Tetapi istiqomah itu tantangannya sangat besar. Seringkali orang bisa memulai tapi untuk konsisten pada apa yang dimulainya itu tidak mudah. sering terpotong, terputus, kadang bisa memulai tapi tidak bisa menjaga keberlanjutannya, tidak istiqomah. Meskipun dalam kondisi yang seperti itu jangan putus asa. Tetap setiap kali ada kesadaran lakukan dzikir. Dan semoga Allah meningkatkan dzikir dari Ghoflah menjadi dzikir yang dibarengi dengan yaqdah, dzikir dibarengi dengan kesadaran. sadar pikirnya, sadar perasaannya, membarengi apa yang dipikirkan. Bahkan semoga ditingkatkan sampai dengan tingkatan dzikir dengan dibarengi gaibah. Artinya tidak lagi melihat diri sendiri yang berdzikir secara mandiri, tapi tetap saja semua disadari hanya terjadi karena maunah Allah billah. dengan pertolongan Allah, dengan dirinya sendiri sebetulnya tidak bisa apa-apa. La haula wala quwwata illa billah. Semoga Allah membimbing kita untuk bisa berdzikir. Ketika Abu Bakar, Umar bersama Nabi sedang bercengkrama ditanyakan shalat yang terbaik. jawabnya shalatnya dibarengi dzikir, puasa yang terbaik juga puasa yang dibarengi dzikir. Haji yang terbaik adalah haji yang dibarengi dzikir. Bahkan zakat dan amal maliah apapun yang terbaik adalah yang dibarengi dengan dzikir. Semoga Allah menolong kita dengan maknanya dan bisa dzikir dalam apapun aktivitas kita yang baik dan shaleh. Aamiin ya Rabbal Alamin.
Source: https://youtu.be/4MO_j0Ql01I