Menggapai Hajat dengan Pertolongan Allah
Adab yang ke-8 bagi seorang salik. Adab yang kedelapan itu adalah seorang salalib dalam seluruh gerak dan diamnya seluruh perilakunya hendaklah didasari Billah semua dengan pertolongan Allah. Walillah dan karena mencari Ridha Allah dan semua itu dari Allah. Wa ilallah dan bertujuan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kata lain untuk adab itu adalah usaha untuk memposisikan diri dalam keadaan ikhlas. Untuk itu Al Imam Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam menyampaikan hikmah “Tidak akan terhenti sesuatu pencarian apa yang kamu inginkan kau wujudkan, di mana kamu mencarinya dengan dasar kesadaran minta pertolongan Tuhanmu dan tidak akan menjadi mudah apapun pencarian, apapun hajat yang ingin kau wujudkan. Yang kamu mencarinya mengejarnya dengan mengandalkan dirimu sendiri dalam syarah”.
Ibnu Ajibah disampaikan bila siapapun punya hajat baik. Hajat-hajat itu berkaitan dengan urusan dunia atau urusan akhirat termasuk urusan akhirat bila kita ingin memposisikan diri, mewujudkan sifat ubudiah kita menyadari sebagai hamba Allah yang seharusnya selalu beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala seperti menjalani kewajiban shalat lima waktu, berpuasa, Haji umrah, bersedekah, wakaf dan seterusnya. Atau kepengin meningkatkan derajat rohani kita menjadi orang yang sampai benar-benar beriman, yang mencapai tingkat halawatul Iman, merasakan iman itu manis menyenangkan atau bahkan kemudian mencapai tingkat Ihsan di mana dalam ibadah itu bisa musyahadah secara rohani. Melihat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau paling tidak sadar dilihat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atau hajatnya, kebutuhannya, urusan duniawi, ingin memenuhi kebutuhan rezekinya yang cukup yang punya lebih sehingga bisa membantu orang lain, ingin membangun rumah, ingin punya pasangan hidup dan seterusnya. Maka carilah semua hajat itu dengan kesadaran Billah butuh pertolongan Allah dan hanya akan terwujud dengan pertolongan Allah.
Jangan mencarinya mengandalkan diri sendiri potensi diri kemampuan, sungguh bila kamu mencarinya dengan pertolongan Allah maka urusannya akan dimudahkan dan mudah pula untuk diwujudkan. Bila engkau mencari hajat itu dengan mengandalkan dirimu maka akan sulit urusannya dan sulit pula untuk diwujudkan. Berkait dengan nasihat itu disampaikan dalil firman Allah yang menghikayahkan Nabi Musa yang memberi pesan nasihat pada kaumnya. Ketika Harus eksodus dari Mesir menuju tanah, perjanjian pesan Nabi Musa adalah “Mintalah pertolongan kepada Allah dan sabarlah tabahlah uletlah. Sesungguhnya bumi itu milik Allah. Allah akan mewariskan bumi itu kepada hambanya yang dikehendaki. Dan akibat yang baik akhir yang baik itu bagi orang yang bertakwa”.
Kemudian disampaikan oleh Ibnu Ajibah, apa yang menjadi tanda-tanda bahwa orang itu mencari hajatnya dengan memohon pertolongan Allah? Tandanya adalah hal itu atau hajat itu tidak benar-benar menguasai hatinya, dihajatkan dibutuhkan tapi hal yang dibutuhkan itu tidak mengganggu hati, tetap benar-benar menghadap pada Allah, butuhnya kepada Allah. Karena itu dia tetap sibuk menjalani kewajibannya sebagai hamba Allah, sibuk perhatian dengan kewajiban-kewajibannya, ibadahnya meskipun dia punya hajat. Kalau memang untuknya maka akan ada tiba waktunya hajat itu. Wujud baginya. Dan tanda bahwa pencarian atas hajat itu didasarkan mengandalkan nafsu diri sendiri adalah terlalu bersemangat bahkan siap melakukan kekerasan demi mendapatkan tujuan yang dia hajatkan. Dan apabila ternyata hajatnya itu tidak diwujudkan tidak tercapai maka hatinya akan susah, akan merasa menderita bahkan apa yang pernah dia hajatkan itu akan disikapi berubah yang dulu diinginkan bisa jadi menjadi tidak diinginkan bahkan jadi dibenci. Inilah ukuran yang membedakan antara mencari hajat dengan pertolongan Allah atau dengan mengandalkan diri sendiri. Karena itu ada ulama yang memesankan “Barangsiapa dengan satu kebutuhan hajat-hajatnya dengan pertolongan Allah, maka secara rohani hajat itu sudah didapat meskipun secara rohani dalam realitas tidak terwujud mirip dengan apapun yang kita doa”. Sebagai Mukmin tidak ada kata tidak dikabulkan doanya, tetapi apa yang di doa itu mesti dikabulkan meskipun dalam bentuk tidak persis seperti yang di doa.
Doa dikabulkan menurut waktu yang ditentukan Allah menurut bentuk yang ditentukan hanya Allah dan di tempat yang ditentukan pula Allah. Waktu dan siapa yang mencari hajatnya, mencari kebutuhannya dengan mengandalkan dirinya sendiri maka dia akan rugi. Waktunya akan terbuang tersia-sia meskipun bisa secara lahir apa yang dihajatkan itu dicapai karena mengandalkan sendiri. Maka dia akan banyak penyimpangan bahkan bisa jadi apa yang dihajatkan ketika benar-benar terwujud tidak mendekatkan diri pada Allah tetapi malah menjauhkan diri pada Allah tidak menjadi media untuk ibadah untuk takwa, tapi bisa jadi malah menjadi media maksiat dan akhirnya jauh dari Allah, jauh dari ridhanya.
Source: https://youtu.be/JHZJOZVgMb4