Buletin Dakwah
Cemas dan harap : sebuah keniscayaan ?

Cemas dan harap : sebuah keniscayaan ?

“Dan sungguh akan Kami (Allah) berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi ra ji’un” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

(Q.S. Al Baqarah (2) : 155 – 157).

Pengantar :

Tema / judul yang diberikan rasanya cukup berat, apalagi waktu yang tersedia sangat terbatas, sehingga hanya atas izin Allah jua lah tulisan sederhana ini bisa tersaji di tengah pembaca. Alhamdulillah (Pen.)

Mengacu pada ayat di atas nampak ada informasi dari Allah bahwa setidaknya ada 5 hal yang akan diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu :

Pertama : Cobaan berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

Kedua  : Berita gembira

Ketiga  : Keberkahan yang sempurna

Keempat : Rahmat

Kelima : Petunjuk

Namun dari kelima butir di atas, hanya yang pertama yang sanggup dikupas dalam tulisan ini.

Cobaan berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

Dari segala cobaan tersebut di atas timbul satu perasaan, kondisi, masalah besar yang tersimpul dalam satu kata “cemas”. Setiap kecemasan sangat pasti diikuti perasaan harap.

Sebagai satu illustrasi, izinkanlah penulis mengedepankan sebuah dialog antara seorang murid dengan gurunya.          “Aku dengar istrimu hamil. Anak laki-laki  atau  perempuan yang kau inginkan ?”, tanya sang Guru. Si murid menjawab, “Saya tidak menentukan, minta laki-laki atau perempuan. Yang selalu saya pinta dalam doa dan harap, anak saya lahir dalam keadaan utuh dan sehat, baik  jasmani maupun rohani. Laki-laki atau perempuan terserah Allah Yang Maha Memberi”.

“Benar katamu, lanjut sang Guru, aku pun dulu berdoa demikian”.   

Dari kisah di atas, tersirat dua kondisi yang berseberangan tetapi saling terkait. Cemas dan harap. Di satu sisi cemas, kalau-kalau anak yang lahir tidak utuh dan tidak sehat, Di sisi lain ada satu pinta dan harap, semoga lahir dalam keadaan utuh dan sehat, baik jasmani maupun rohani.

Dan kondisi seperti ini, kiranya akan dialami juga oleh orang lain, bukan cuma milik si murid tadi. Dan juga bukan monopoli bagi suatu kehamilan atau proses kelahiran. Bisa jadi dalam posisi ketika belajar / ujian, bekerja, menjabat, dan lain-lain.

Masih terkait dengan kisah si murid tadi, ternyata istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang utuh dan sehat jasmaninya, tetapi belum tahu kondisi rohaninya. Ia bersyukur Alhamdulillah telah lahir dengan lancar dan selamat. TetapI masih timbul kecemasan, sekalipun tetap diikuti suatu pinta atau harap, semoga rohani anaknya juga utuh dan sehat.

Beberapa bulan kemudian, timbul berbagai kecemasan dan berbagai pinta. Apakah anakku bisa mendengar atau tuli ?  Bisa melihat atau justru buta ? Bisa bersuara / berbicara atau bisu ? Bisa berjalan atau lumpuh ? Pertanyaan itu datang beriringan silih berganti.

Setelah usia di atas balita, timbul kecemasan yang lain. Apakah ia menjadi anak yang pendiam atau crewet ? Apa mau sekolah/belajar ? Apakah ia bisa naik kelas, lulus,     bisa lanjut ke tingkat berikutnya ? Setelah lulus apakah mampu kuliah ? Dapat pekerjaan ?  Apakah cepat dapat jodoh ?  Atau sebaliknya putus di tengah jalan ? Menjadi pengangguran ? Terjadi kecelakaan atau human error ? Dan lain sebagainya.

Setiap fase teratasi dengan positif sudah seharusnya selalu diiringi rasa syukur, tetapi bila nilai negatif yang muncul, maka rasanya  sikap sabar yang harus mengemuka.

Setelah itu semua di atas tadi terlewati, akan berhenti kah rasa cemas seseorang, kalau tidak boleh dikatakan sudah hilang ? Ternyata belum atau bahkan tidak mungkin. Terus berlanjut sampai maut / ajal menjemputnya. Pada saat itulah kecemasan berhenti atau beralih kepada ahli warisnya.

Sampai disini, rasanya sudah cukup memadai bila tulisan ini segera diakhiri karena telah menjelaskan dua aspek : cemas dan harap (khauf dan roja’). Dan nampaknya benar praduga di atas bahwa cemas dan harap adalah sebuah keniscayaan. Begitukah ?

Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana cara  mengatasi kecemasan ?

Mengatasi kecemasan :

Menurut Aa Gym, sebenarnya yang menjadi masalah bukan kecemasan itu sendiri, tetapi bagaimana kita menyikapinya.

Cemas kita anggap musibah ? Atau kita sikapi  sebagai suatu hikmah ?

Selintas mungkin kita akan mengatakan demikian –  sebagai musibah. Suatu penderitaan. Sebab sangat pasti kondisi cemas itu menyebabkan timbulnya ketidak nyamanan yang lain. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak, nafas terasa sesak, badan terasa sakit semua, dan lain sebagainya.

Namun bila di telaah lebih lanjut, justru disitulah kita menemukan hilmah – betapa indahnya kekuasaan Allah – Sang Maha Pemilik – Pengatur – Pemelihara – Penguasa alam jagat raya & isinya. Allah dengan sangat bijaksana memberikan rasa cemas, rasa takut, was-was tetapi pada saat yang bersamaan atau beriringan sekaligusmemberikan kesempatan kepada manusia agar mau introspeksi diri, mengakui ketidak mampuannya, tidak memiliki kuasa untuk merubah kecemasan itu sendiri. Ia harus datang kepada Allah, ia harus minta kepada-Nya, ia harus mengajukan pinta dan harap menghilangkan kecemasan itu.

Justru dengan diberi rasa cemas itu manusia sadar, ia tidak mungkin mandiri, butuh bantuan pihak lain, dan yang paling tepat hanya minta perlindungan dan pertolongan  kepada Sang Pencipta dan Pemelihara, bukan kepada sesama. Lalu bagaimana manusia mengatasi kecemasannya ?

Upaya-upaya mengatasi kecemasan antara lain :

1.Tingkatkan keyakinan. Yakin bahwa Allah mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan yakin bahwa Dial ah juga yang akan memberikan jalan keluar (yang terbaik). Perhatikan kandungan Q.S. At Thalaq (65) : 2

“Yakinkan dirimu, bahwa semua itu pasti akan berlalu.”

Segala sesuatu pasti ada batasnya. Lautan yang luas ada tepinya, perjalanan panjang pasti ada tujuannya. Maka kecemasan itu juga pasti akan berakhir pada episodenya. Mungkin hanya nafsu manusia yang tak pernah ada batasnya.

Seorang sahabat penulis pernah mengatakan : “Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa tahu”. Dan kata nya pula, sepanjang-panjang jalan    ada batasnya, seluas-luas laut ada tepinya, tapi nafsu manusia tak pernah ada puas-puasnya”.

2. Menciptakan ketenangan dengan mengingat Allah. Dalam setiap aktifitas hendaknya kita selalu melibatkan Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus, hanya Allah. Doa kita setiap waktu “hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah, kami minta tolong”.

Allah berfirman :

“ Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang”  

Q.S. Ar Ra’d (13) : 28

3. Siap menghadapi kenyataan, ridla ketentuan  Allah. Kehadiran seseorang di dunia adalah atas izin Allah, begitu juga perjalanan hidupnya akan seperti apa sampai dengan kematiannya sudah ditentukan oleh Allah. Dan itu semua telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Takdir itu kalau tidak kita jemput, pasti dia akan mendatangi kita. Jadi seseorang harus siap meng hadapi kenyataan apapun yang akan dialaminya. Dan ridla akan keputusan Allah.   

Allah befirman :

“Tidak suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (di Lauhul Mahfudz)

Q.S. Al Hadiid (57) : 22-23

4. Menyesuaikan kemampuan diri. Setiap individu pasti beda satu sama lain sekalipun ia saudara kembar. Entah fisiknya, wajahnya maupun kemampuan intelektualnya. Jadi seharusya seseorang dalam menyiapkan rencana aktifitas dan cita-citanya hendaklah mampu membaca dirinya sendiri, tidak mengukur baju orang lain. Mungkin bagi orang lain itu bagus, tetapi belum tentu untuk kita juga bagus.

Perhatikan , dimana Allah berfirman :

“Kami tiada membebani seseorang melain kan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran dan mereka tidak dianiaya”.

Q.S. Al Mu’minuun (23) : 62

“Allah tidak membebani seseorag melainkan sesuai dengan kessnggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan() yang diperbuatnya……….”

Q.S. Al Baqarah (2) : 286

5. Pastikan ada kemudahan. Perhatikan Allah berfirman :

“ Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama dengan kesulitan ada kemudahan”.

Q.S. Al Insyirah

Artinya bersama dengan kecemasan ada kemudahan dan bahkan diulang 2 kali, sehingga mungkin dapat dimaknai dari satu kesulitan akan didapatkan ganti 2 kemudahan.

Mengakhiri tulisan ini marilah kita berdoa :

“Allahummahdina bi hudaka. Wa ja’alna min man yusa ri’u fi ridlaka. Wala tuwallina walyyan siwaka.  Wa la taj’alna min man kha lafa wa ‘ashoka. Wa hasbunallahu ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nashir wala haula wala quwwata illa bilahil ‘aliyyil ‘adhzim”.              

Wallahu a’lam bis shawab.

Oleh : Ibnu Husniyah Anwar

1 thought on “Cemas dan harap : sebuah keniscayaan ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *