Menggapai Sifat Zuhud
Setiap hari manusia berjalan hilir mudik kesana kemari. Yang rumahnya di barat mereka menuju ke timur, dari utara menuju selatan, dari atas menuju ke bawah dan sebaliknya. Pagi mereka berangkat, sore hari baru pulang, bahkan ada yang sampai malam hari baru pulang. Sampai di rumah badan sudah capek dan letih, sedangkan anak dan istri dirumah menanti perhatian dan kasih sayang, belum lagi waktu untuk ibadah menjadi terbengkalai, sedangkan badan rasanya sudah tidak kuat lagi melakukan itu semua. Begitu terus setiap hari berulang-ulang kita lakukan, demi terpenuhinya semua kebutuhan.
Pernahkah terbersit dalam pikiran kita untuk apakah semua itu kita lakukan, sampai kapan kita melakukan itu semua dan kemana nantinya semua yang kita lakukan itu. Ketika kita sibuk bekerja , ingin santai untuk berlibur, ketika berlibur atau santai ingin segera pulang untuk bekerja atau punya kesibukan. Yang setiap hari jalan kaki melihat mereka yang punya sepeda, terlihat enak dan nyaman ingin punya sepeda, yang punya sepeda melihat yang punya sepeda motor ingin punya motor, yang punya motor ingin punya mobil, yang punya mobil ingin punya mobil yang lebih banyak. Yang mempunyai rumah di dataran tinggi ingin punya rumah di dataran rendah supaya selamat dari bahaya tanah longsor sewaktu hujan deras, sedangkan yang mempunyai rumah di di dataran rendah ingin punya rumah di dataran tinggi karena sudah bosan dengan bencana banjir yang selama ini menimpa mereka apabila terjadi hujan lebat. begitu terus tidak ada habisnya, karena memang nafsu terus mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Rasulullah saw mengajarkan kepada kita dalam memandang dunia yakni dengan pandangan zuhud. Zuhud merupakan suatu sikap terpuji yang disukai Allah SWT, di mana seseorang lebih mengutamakan cinta akhirat dan tidak terlalu mementingkan urusan dunia atau harta kekayaan. Zuhud sangat diperlukan dalam rangka kita menghadapi budaya materialism dan hedonism yang kini marak melanda di belahan dunia manapun. Umat islam kini tengah diuji oleh Allah melalui harta benda dan kedudukan akan tetapi banyak diantaranya tergelincir. Sifat zuhud saat ini adalah salah satu sifat yang tidak populer di kalangan kita umat Islam. Ketika kita dihadapkan pada hal-hal yang bersifat materi atau lebih kongkritnya adalah uang, maka semangat yang timbul di dalam diri kita menyala-nyala seakan materi itu adalah segalanya bagi kita, sedangkan apabila kita dihadapkan pada hal-hal yang bersifat ubudiyah maka mulai hinggaplah rasa kemalasan itu kepada diri kita. Lalu bagaimana sebaiknya yang kita lakukan agar kita dapat menggapai sifat zuhud itu?, paling tidak ada 3 hal yang harus kita lakukan, yaitu:
Pertama, Pengendalian hawa nafsu
“Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginan (hawa nafsu)nya.”
Al-Quran Surat Al-Kahf : 28
Nafsu ini adalah munculnya keinginan di dalam diri manusia. Nafsu adalah fitrah diberikan Allah kepada manusia. Nafsu juga merupakan sesuatu hal yang penting bagi manusia, manusia tanpa nafsu bagaikan robot, stagnan tidak ada perubahan. Nafsu ini terkadang mengajak kita untuk berbuat baik, nafsu mendorong kita untuk mendatangi majlis ilmu, majlis dzikir,majlis sholawat, sedangkan nafsu ini juga yang mendorong kita untuk berbuat maksiat. Maka tugas kita dalam rangka menggapai zuhud ini adalah mengendalikan nafsu, terutama nafsu cinta dunia. Ubahlah cara pandang kita tentang dunia ini. Kita hidup di dunia ini hanya sementara, dalam falsafah Jawa disebutkan “urip mung sakdermo mampir ngombe”, artinya dunia ini hanya “ampiran” saja, kita hanya lewat saja di dunia ini karena pada hakekatnya semua manusia ini adalah penduduk surga, sebagaimana asal usul kita Nabi Adam yang pernah tinggal di surga. Maka tidak heran jika Rasulullah saw juga pernah menyampaikan bahwa manusia hidup di dunia ini seperti orang yang menyeberang, hanya melintas sebentar saja karena hakekatnya ia ingin segera sampai kepada asal usulnya yang sejati yakni kampung akhirat. Maka jika berpikir seperti itu, nafsu untuk menguasai dunia harus perlahan kita luruhkan, apalagi jika dalam menguasai dunia itu dengan cara menjatuhkan orang lain, memusuhi orang lain, menginjak harga diri orang lain, melukai perasaan orang lain.
Kedua, Perbanyak sedekah
“Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui“.
Al-Quran Surat Al-Baqoroh : 261
Ketika kita telah bekerja mendapatkan uang, kemudian uang tersebut kita belanjakan untuk keperluan keluarga kita sehingga itu membuat keluarga kita senang dan bahagia, akan tetapi pernahkah kita berpikir bahwa kebahagiaan seperti itulah yang juga diinginkan semua orang?. Sebagian dari kita mungkin beruntung bekerja pada tempat yang nyaman dan berpenghasilan tinggi sehingga keluarga kita bisa kecukupan, tetapi bagaimana dengan saudara kita, tetangga kita, teman kita yang kebetulan mereka tidak seberuntung kita? Apakah mereka juga tidak berhak untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini kita rasakan?, sedangkan apabila mereka sudah kehilangan akal untuk mencapai kebahagiaan itu maka jalan-jalan keburukanlah yang akan mereka tempuh, mungkin mencuri, merampok atau hal lain dan ini menimbulkan ketidakharmonisan hubungan sesama kita. Maka solusinya adalah sedekah.
Sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan yakni tetangga,kerabat dan teman teman dekat kita agar mereka juga bisa merasakan kebahagiaan sebagaimana yang kita rasakan. Kita semestinya menyadari bahwa harta itu adalah titipan Allah. Kita lahir didunia tanpa membawa apapun, sekarang ini kita punya segalanya, pada akhirnya nanti kita kembali kepada Allah juga tanpa membawa apapun. Sedekah mampu mengikis sifat cinta dunia, menghapus dosa, menghindarkan bencana dan kemudaratan dan menguatkan tali silaturahmi diantara sesama manusia. Bahkan Rasulullah pernah mengajarkan jika kita membenci pada seseorang maka bersedekahlah kepadanya sampai rasa benci kita terkikis oleh sedekah kita.
Ketiga, Perbanyak ingat mati
Kematian adalah sebuah keniscayaan. Kematian adalah pintu menuju kampung sejati manusia yakni kampung akhirat. Dalam kitab Usfuriyah bab tentang zuhud diterangkan ; Dari Abi Said Al-Khudri diriwayatkan, bahwa suatu hari Nabi Saw. ke tempat shalat, beliau melihat orang-orang sedang asyik berbincang-bincang, lalu Beliau bersabda “Andaikata kalian banyak mengingat “pemutus kenikmatan” niscaya kalian tidak banyak berbicara seperti ini, seringlah mengingat pemutus kenikmatan, yakni kematian.”
Dalam hadist yang lain Rasulullah Saw. bersabda :“Sebaik-baik manusia adalah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, membuat ridha Tuhan sebelum bertemu dengan-Nya dan memakmurkan kubur sebelum memasukinya.”
Maka, dzikrul maut (mengingat mati) ini termasuk senjata ampuh kita dalam menggapai zuhud. Sesekali kita mungkin perlu berlama-lama di area kubur untuk melihat dan membayangkan bahwa kita akan dibaringkan disana dan sebanyak apapun harta kita tidak akan mampu menolong kesusahan kita disana, atau mungkin kita juga perlu sesekali jalan-jalan di rumah sakit terutama di ruangan gawat darurat atau ruang rehabilitasi maka kita akan menyadari betapa nikmat yang diberikan Allah swt sungguh luar biasa.
Maka dari itu hendaklah kita latih diri kita untuk secara perlahan meluruhkan rasa cinta kita kepada dunia, untuk lebih mementingkan urusan akhirat kita. Dunia adalah penting karena sebagai bekal kita kembali ke kampung akhirat kita. Insya Allah kita menjadi hamba Allah yang terselamatkan di dunia dan akhirat.amiin .
Oleh : Abu Sayyid Rahmat – Kemahasiswaan UNISSULA