Tidak Menggantungkan Harapan Pada Manusia Dan Semua Makhluk
“Orang yang tidak mampu untuk menyelesaikan hajat dirinya, bagaimana mungkin dia akan mampu menyelesaikan hajat pihak lain”. Hikmah ini lanjutan dari hikmah yang sebelumnya yang memerintahkan agar setiap muslim mukmin muslimah mukminah agar berpegang teguh dari sisi hakikat dan keyakinan bahwa seluruh urusannya baik untuk mendapatkan manfaat maupun untuk menghindarkan diri dari mudharat, hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena dialah yang Maha Kaya, dialah yang Maha Kuasa sementara seluruh manusia apalagi makhluk-makhluk yang di bawah manusia semua adalah orang-orang yang fakir dibanding Allah yang Maha Kaya. Orang-orang yang lemah dibanding Allah yang Maha Kuasa hanya Allah yang Maha Kuasa kalau ada kemampuan pada seseorang itu karena pertolongan Allah; mampu shalat, mampu amal saleh, semua itu karena pertolongan Allah. Bahkan ketika kita bisa berdoa itu pun karena pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala termasuk ketika pada hari ini setelah shalat dzuhur kita berdoa pada Allah dengan qunut nasilah. Doa qunut yang berkaitan dengan kejadian yang menimpa muslimin termasuk di Indonesia; ada beberapa banjir di beberapa daerah, lebih lagi saudara kita di Palestina yang tidak sekedar banjir air tapi juga banjir darah semua itu bencana dan untuk menguat semua itu kita kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dialah yang mengatur seluruhnya. Sebab ketika terjadi banjir ada sebabnya, sebab itu bisa diatur oleh Allah. Ketika ada bencana sosial itu juga ada sebabnya dan Allah Maha Kuasa untuk mengatur ulang seluruh sebab-sebab itu. Ulama mengatakan “Allah adalah musabibal asbab yang menentukan apapun sebab peristiwa apapun adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala”. Hikmah ini mengingatkan kita agar tidak pernah secara hakiki berpegang teguh atau menggantungkan harapan kita kebutuhan untuk hidup kita sekarang maupun kebutuhan untuk besok yang akan datang. Apalagi di akhirat kelak kepada sesama manusia karena seluruh manusia punya kelemahan, punya keterbatasan. Yang abadi adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yang Maha Kuasa adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apapun yang dikehendaki Allah Itulah yang akan terjadi, karena itu dalam salah satu hadits sekaligus jadi pegangan para ulama.
“Apapun nikmat yang ada adalah hakikatnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala meskipun cara kita zahir”. Kita melihat ada banyak sebab, ada banyak proses dan kita pun perlu berterima kasih kepada siapapun yang dipilih oleh Allah untuk menjadi perantara proses. Adanya nikmat kepada kita karena itu kita diperintah untuk berterima kasih, bersyukur kepada orang tua karena banyak nikmat yang kita terima lewat orang tua demikian juga kita teman sebaya dan seterusnya. Sampai ada hadits nabi yang menyatakan “Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia sesamanya yang menjadi media nikmat maka dia berarti tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala”.
Pentingnya kita berpegang secara hakiki yakin hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah karena kita semua sebagai mukmin muslim harus husnudzan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, paling tidak kita sadar bahwa wujud kita adalah fadhal Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kemampuan kita untuk bertahan dalam wujud kita adalah juga karena rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala kita bisa menjadi muslim muslimah yang saleh, yang beribadah termasuk shalat lima waktu yang kita lakukan juga shalat jamaah semua itu juga karena maunah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena itu bagaimana kita tidak husnudzan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena begitu banyak nikmat yang secara sadar dan secara nyata kita terima. Karena itu ketika ada hajat yang sedang kita rencanakan untuk diwujudkan atau sebaliknya sedang ada bencana ada musibah yang sedang diterima dan kita berkeinginan untuk bagaimana agar hilang disingkirkan. Tentu saja harus berpulang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tetapi tentu saja tidak berarti bahwa kita tidak melakukan usaha melakukan perencanaan aksi untuk mewujudkan harapan kita bahkan evaluasi dari apa yang kita kerjakan, semua itu harus dilakukan tetapi secara hakiki hati kita tetap saja harus kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah dalam Al-Qur’an Surah Yunus menegaskan “Bila Allah menimpakan kepadamu suatu bencana maka tidak akan ada yang bisa menghilangkannya kecuali dia” bagian ini saja mengingatkan bahwa siapapun yang sedang terkena musibah sakit hibah, ekonomi hibah, bingung masuk banjir harus kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala meskipun kita tetap harus berusaha secara lahir termasuk menyiapkan tata rencana lingkungan bagaimana agar bisa bebas banjir. Tetapi harus ingat semua kita kembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah bisa menjaga kita dari bencana itu dan selanjutnya Allah menyatakan bila Allah menginginkan untukmu kebaikan maka tidak ada yang bisa menghalangi anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Karena itu dalam jalan hidup kita perlu optimisme setelah melakukan usaha dengan baik optimislah bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita dan tidak usah banyak susah karena ada orang yang iri dengki karena apapun yang sudah digariskan untuk kita di Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan terhalangi oleh dengkinya orang yang dengki tidak akan terhalangi oleh irinya orang. Yang iri tetap saja menjadi bagian kita anugerah Allah diberikan oleh Allah kepada yang dikehendaki dari hambanya itu. Juga memberikan pelajaran kita sendiri secara pribadi masing-masing tidak boleh iri dengan kenikmatan fadhal yang diberikan oleh Allah kepada siapapun yang dipilihnya dan pada akhir ayat Allah menyatakan “Dialah yang Maha Mengampuni dan Maha Memberikan Kasih Sayang”. Ayat yang isinya hampir sama ada pada surat Al-An’am ayat 17 Allah menyatakan “Dialah yang Al-Qahir yang memaksakan kehendaknya”. Ada banyak orang yang punya rencana sudah disiapkan dengan baik secara manajerial tetapi ternyata yang terjadi adalah bukan yang dia inginkan. Ulama mengingatkan apapun yang terjadi kita harus punya husnudzan dibalik yang kita anggap kurang baik orang yang ma’rifat masih bisa melihat adanya kebaikan paling tidak untuk akhirat. Kita orang yang sakit secara lahir itu musibah tetapi secara rohani itu ada pencucian jiwa kita karena apapun dosa kita bisa dihapuskan antara lewat sakit yang menimpa kita. Tetapi tentu saja tetap sebaiknya berobat karena Nabi berobat dan Nabi menganjurkan beberapa resep untuk pengobatan penyakit.
Pemateri : H. Tali Tulab, S.Ag., M.S.I
Source: https://youtu.be/MXMFWK5R6tc