Upaya Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Shalat

Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa, juga telah disembuhkan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 3. أَلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ لِلْطِيِّ وَيُؤْمِنُونَ الصَّلَاةَ وَمِنْ اللَّهُ سَلَّمٌ يُؤْمِنُونَ yaitu; “Orang-orang yang beriman pada yang Ta’lim, menegangkan shalat dan memanfaatkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka”. Dari ayat ini, kita bisa memahami bahwa orang yang bertakwa itu percaya kepada hal-hal yang tak tampak matang dan juga tidak bisa dirasa dan direkam oleh indera serta tak bisa ditolong secara akal manusia. Hal ini disebut dengan istilah halil. Orang yang bertakwa juga dicirikan dengan konsistensinya dalam menjalankan shalat sebagai ibadah vertikal.
Dua hal ini, yang dipercaya pada hal yang halil dan menjalankan shalat menjadi dua hal relevan dengan pemberian kita saat ini di bulan Rajab. Di bulan inilah sebuah istiwa ta’wib yang tidak masuk akal dan hanya dipercayai oleh orang-orang yang beriman yang di istiwa, diserah dan diatasnya bagi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Rewastiwa ini menjadi istiwa ta’wib yang harus diterima oleh keimanan terlebih dahulu sebelum akal kita.
Penghentian Isra ini sendiri adalah perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram menuju Masjidil Al-Aqsa di Palestina yang berjalan kurang lebih 1,500 km. Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan beliau dari Masjid Al-Aqsa ke Sidratul Muntaha, yaitu tempat di langit. Tidak mungkin dicapai oleh panca indera manusia, bahkan tidak dapat dicapai oleh akal pikiran. Dua perjalanan ini, perjalanan yang sangat agung dan ilmiah dari dalam Al-Quran Surah Al-Isra. سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعْدِهِ لَيْلًا إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْحَرَامِ إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْأَمْسَىٰ إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْأَمْسَىٰ إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْأَمْسَىٰ إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْأَمْسَىٰ إِلَىٰ الْمَسْدِدِ الْأَمْسَىٰ “Maha Suci Allah yang telah berjalankan hambanya Nabi Muhammad pada malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Al-Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami melihatkan padanya sebagian tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. Dalam perjalanan spiritual ini, Nabi mendapatkan oleh-oleh yang sangat monumental dan menjadi hal yang paling sering disebut pada bulan Rajab ini, yaitu perintah shalat lima waktu. Maka kurang lengkap rasanya, jika pengantar Isra’ dan Mi’raj yang sering dilakukan di masyarakat Indonesia ini tidak mengangkat dan membahas tentang shalat, baik pembahasan tentang shalat dari perspektif fikir, tasawuf, kesehatan maupun dari perspektif yang lain. Yang mampu untuk meningkatkan kualitas dan keimanan dan ketahuan orang kita kepada orang-orang subahan dan berkuatan. Pembahasan tentang shalat ini penting untuk diingatkan kembali kepada umat Islam pada bulan Ramadhan ini sebagai upaya untuk menguatkan kembali kesadaran bahwa shalat adalah sebuah kebutuhan bagi umat Islam. Bukan hanya sekedar kewajiban saja. Mengapa kita butuh? Karena shalat menjadi suatu media penting untuk mendekatkan diri dan menyembah untuk suara dan kekuatan. Dengan shalat, kita telah menunjukkan komitmen untuk menjalankan misi utama diciptakannya manusia dan dunia yaitu untuk beribadah. وَمَعْخَلَقُمْ جِنَّا وَإِنْسَا إِنْتَا يَكْتُرُ “Tidaklah aku menciptakan cinta manusia, kecuali untuk beribadah kepada Allah”. وَمَعْخَلَقُمْ جِنَّا وَإِنْسَا إِنْتَا يَكْتُرُ Dalam langsungan shalat sendiri, penting untuk diingatkan oleh kita semua untuk senang biasa mengedepankan kualitas shalat, bukan hanya kuantitas shalat sahaja.
Kewajiban shalat yang direbuskan kepada kuantitas satu jumlah saja akan menjadikan diri terbeban dalam menjalankannya. Jika kewajiban shalat kita kerjakan dengan menambahkan kualitas, maka shalat yang dilakukan akan benar-benar bisa dinikmati dan akan berdampak pada diri kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah ingatkan hal ini; “Akan datang suatu masa menimpa manusia banyak yang melakukan shalat padahal sebenarnya mereka tidak shalat”. Hadits ini mengingatkan kepada kita untuk senantiasa menjalankan perintah dengan sempurna, mulai dari aspek fikirnya sampai dengan aspek hakikat dan shalat itu sendiri. Dari sisi fikir, kita harus mengetahui syarat dan hukum shalat dan beberapa hal lain yang terkait seperti waktu-waktu shalat. Terminologi shalat ini sendiri adalah ibadah yang terdiri dari beberapa usahawan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sementara dari sisi hakikat, shalat memiliki dimensi ibadah rohani yang didalamnya berisi doa-doa untuk mendatangkan ketenangan dan ketenteraman jiwa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صُلَاتَكَ سَقَدٌ لَهُ وَالطَّهُ سَلِيمٌ عَلِيمٌ “Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya waktu itu. Menjadi ketenangan jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Qur’an surat At-Taubah 103.
Selain berbuah ketenteraman jiwa, shalat juga akan membuahkan ketenteraman bagi orang lain. Kenapa? Karena orang yang melakukan shalat dengan benar akan membuahkan komitmen untuk tidak berbuat hal yang benci dan mungkar. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran Surat Alam Kamil ayat 24 baca lah “Nabi Muhammad kitab Al-Quran yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan kecil dan unggal. Sungguh, mengingat Allah atau shalat itu lebih besar terutamanya daripada ibadah-ibadah yang lain, Allah mengetahui apa yang akan dikerjakan”.Mari di bulan Rajab ini kita jadikan istiwa Isra dan Mi’raj sebagai nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ini sebagai media untuk lebih menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada hal-hal yang gaib serta menjadikan shalat sebagai ibadah yang benar-benar bisa membuahkan hasil yang nyata, berdampak pada kehidupan diri dan masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan menjaga kuantitas dan kualitas shalat kita yang kita lakukan setiap hari dalam jumlah 5 waktu.
Pemateri : Ust. Musta’in, S.Pd.I., M.Pd.I.
Source: https://youtu.be/KHs0dmkpp3k