Hidup Tenang Dengan Ibadah dan Dzikir Pada Allah
Kajian Kultum Ba’da Dzuhur – Kamis 1 Agustus 2024
Pemateri : H. Tali Tulab, S.Ag., M.S.I
Lokasi : Masjid Abu Bakar Assegaf
Hikam yang ditulis oleh Al-Imam Ibnu As-Sakandari “Bagaimana akan bersinar terang hati yang dipenuhi oleh rupa-rupa alam raya pada cermin hati itu?”. ”Bagaimana pula seseorang akan berhadap menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala padahal dia terbelenggu oleh syahwat nafsunya?”. ”Bagaimana pula kalau ada orang ingin sampai ke hadirat Allah sangat dekat posisinya dengan Allah Tetapi yang bersangkutan tidak mau mensucikan dirinya dari lupa”. ”Bagaimana pula orang akan mendapatkan pemahaman tentang sinar yang ada dalam hati masing-masing orang padahal dia tidak mau bertobat dari kesalahan-kesalahannya”. Pada poin ini Al-Imam Ibnu As-Sakandari mengingatkan pada kita adanya sikap orang yang paradoks menginginkan hatinya terang padang tetapi hati yang bersangkutan tidak fokus untuk taqarrub pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahkan apapun urusan dunia dari urusan diri pribadi, urusan harta, urusan pangkat, urusan kemasaran semua terpatri dalam hatinya sehingga sibuk dengan urusan dunia dan akhirnya dia tidak bisa untuk menghadap pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahkan beberapa kasus orang merasa tidak ada waktu tidak ada kesempatan untuk ibadah sehingga ibadah wajib pun dia tidak begitu baik melaksanakannya padahal bagi orang yang sudah mendapat hidayah Allah Subhanahu Wa Ta’ala mendapat maunahnya dia menikmati menghadap pada Allah dengan melaksanakan kewajiban kewajibannya bahkan karena begitu menikmati dia tidak mencukupkan diri dengan amalan wajib shalat lima waktu sudah dijalankan tapi dia menikmati dengan menambahkan rawatib qabliah ba’diah tengah malam dia menambah tahajud menambah istikharah menambah beberapa shalat sunnah itulah yang dicontohkan Nabi ketika Nabi sampai ditegur oleh Siti Aisyah sang istri tercinta Nabi “Bagaimana engkau yang sudah begitu dekat pada pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala?”. Andai kata ada dosa pun sudah dijamin akan diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala tapi mengapa masih begitu kuat ibadahnya sampai berakibat kaki bengkak; jawaban Nabi tidak lain adalah “Bukankah aku ingin menjadi orang yang banyak bersyukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala?” contoh dari Nabi. Demikian ada pula orang yang katanya ingin mendekat pada Allah taqarrub pada Allah tetapi yang bersangkutan masih memperturutkan hawa nafsunya kewajiban kadang meski sudah jelas kapan waktu Zuhur harus dilakukan, kapan shalat Ashar dan shalat-shalat yang lain ditentukan waktunya sudah sangat jelas tetapi karena memperturutkan nafsu maka akan ada saja alasan untuk menunda bahkan mungkin sampai jamak di luar jamak. Jamak karena memang dzuhurnya dia lakukan baru salam langsung sudah ada ashar tetapi dia tetap saja bukan jamak karena tidak ada alasan untuk jamak tetapi karena keteledoran sampai akhir waktu dan seakan-akan menjadi jamak berkaitan dengan nafsu syahwat kita diciutkan diingatkan oleh ulama yang menyatakan “Nafsu kalau diurutkan maka akan berjalan terus tidak pernah bisa dihentikan tapi kalau bismillah dipaksa maka akan bisa pula dikendalikan”. Dinisbatkan dicontohkan seorang bayi balita akan terus netek ibunya tetapi ketika dia dipaksa disapih maka akan tersapih pula, demikian juga ada orang yang menyatakan ingin sampai pada hadirat Allah dia ingin musyahadah dia ingin murqabah dan seterusnya. Tetapi dia tidak membangun hatinya untuk banyak berdzikir bahkan dengan tenang dia ada dalam kelalaian padahal Nabi menyatakan shalat terbaik adalah shalat yang dibarengi dzikir. Haji yang terbaik adalah haji yang dibarengi dzikir. Zakat terbaik adalah zakat yang dibarengi dzikir bahkan amalan apapun amal saleh kita termasuk dalam kehidupan sosial bermasyarakat, sopan santun kita terhadap sesama terhadap tetangga terhadap teman kerja itu akan menjadi nilai terbaiknya kalau dibarengi dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam salah satu Hadits Qudsi Allah berfirman lewat lisan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam; “Tidak ada orang siapapun dia yang bisa mendekatkan diri kepadaku yang lebih baik, lebih aku cintai kecuali dia melakukan apa yang aku fardhukan kalau dia melanjutkan terus menerus menjalankan yang fardu, ditambahkan dengan amalan sunnah maka aku akan mencintainya dan bila kalau aku sudah mencintainya maka dia akan kuberikan karomah luar biasa” apa yang dia lakukan laksana semua dengan maunah (dalam bahasa teks hadits dinyatakan “Akulah tangannya, Akulah pendengarannya, Akulah kakinya”) itu gambaran bahwa apapun yang dilakukan akan dibarengi dengan maunah Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga kekuatannya tidak hanya kekuatan manusiawi tapi kekuatan dibandingkan dengan qudrah iradah Allah Subhanahu Wa Ta’ala itulah yang biasanya disebut dengan karomah.
Source: https://youtu.be/QzLKWkGo4UA