Muhasabah Hidup Kemarin, Kini dan Esok
Sayyidina Umar Ibnu Khattab Radhiyallahu Anhu satu saat berpesan pada kita semua “Hitunglah diri kalian sebelum dihisab/dihitung oleh orang lain”. Ada beberapa redaksi yang berbeda-beda tetapi isinya sama. Artinya tidaklah bergeser kedua telapak kaki seorang hamba nanti di hari kiamat, kecuali setelah dia ditanya: yang pertama tentang umumnya untuk apa dia habiskan atau dirusakkan, yang kedua tentang ilmunya untuk apa diamalkan, yang ketiga tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan setelah dia dapatkan untuk apa dibelanjakannya, dan terakhir tentang jasmaninya untuk apa dirusakkannya.
Dalam hidup ini hanya ada kemarin, kini dan esok. Hari kemarin kita sudah lewati dan tidak akan bisa diputar kembali tetapi (pengalaman) yang kemarin kita bisa jadikan sebagai satu pengalaman; laksana kita mengendarai, kita menengok ke belakang melalui kaca spion tentu harapannya perjalanan ke depan itu bisa berjalan dengan baik. Hari ini kita sudah lewati separuh hari dan Allah mengizin kita semua bersama-sama menjalankan ibadah Jumat di Masjid Abu Bakar Assegaf ini. Mudah-mudahan kita ikhlas menjalankannya dan ini menjadi bagian dari rangkaian sejarah panjang perjalanan hidup kita yang pada muaranya nanti kita akan menghadap pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kemudian kita masih belum tahu separuh hari ini apakah kita semua bisa menjalankan semua rencana kita atau Allah punya kehendak lain kita tidak tahu. Apalagi hari esok kita hanya punya rencana tentu semua Allah yang mengatur dan menentukannya.
Mari kita Muhasabah terusat kembali hari-hari, minggu, bulan dan tahun kemarin. Mana yang lebih banyak kesalahan kita atau kekurangan kita ataukah kebaikan dan kederan kita yang kita lakukan kepada orang lain. Supaya kita bisa berjalan di jalan yang lurus dan bertekad untuk terus memperbaikinya. Hari ini kita boleh jadi sudah merencanakan sesuatu akan tetapi semua tergantung komitmen kita untuk menjalankannya. Atau boleh jadi kita terjebak dalam godaan yang dapat mengicarakan kita dan hari esok kita hanya bisa merencanakan. Namun semua Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena kita tidak ada yang tahu apakah kita masih diberi umur panjang oleh Allah untuk bisa memperbanyak bekal kita menghadap kepadanya, karena itu semua adalah rahasia Allah Azza Wa Jalla. “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok”. Para ulama mengartikan hari esok ini maknanya panjang, bukan hanya sekedar perjalanan hidup dunia kita ini tapi yang lebih penting adalah kehidupan akhirat kelak. Yang itu berupa merupakan hidup dalam keabadian kita sebagai makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hidup artinya adalah gerak. Karena itu supaya kita tidak laksana ongoan jasad yang sudah mati saat kita masih hidup, maka kita harus terus bergerak dengan memperbanyak amal saleh apapun wujudnya. Memberi manfaat kepada diri kita keluarga dan masyarakat momentum hari Jumat ini di bulan Jumadil Akhir yang nanti akan sebentar lagi kita masuki bulan Rajab. Kita gunakan untuk terus melakukan muhasabah karena kita baru saja di dapat pelajaran berharga, betapa lisan itu bisa dengan pelajar dan yang sangat penting buat kita semua. Ketika ada seorang mubaligh kemudian bertutur kata yang tidak pas pada saudaranya. Kemudian masyarakat memberikan yang luar biasa dan ini menjadikan kita yakin ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menegaskan ”Barangsiapa beriman pada Allah dan hari akhir maka bertutur katalah yang benar dan kalau tidak bisa bertutur kata yang benar maka lebih baik diam”. Karena ternyata pertanggungjawaban dari terpelesetnya lisan itu sangat luar biasa. Bahkan suatu saat Imam Al-Ghazali bertanya pada murid-muridnya “Apakah kalian tahu apa yang paling tajam di muka bumi ini?”. Para santri para murid yang jujur mengatakan “Wahai guru, yang paling tajam di muka bumi ini adalah pedang”. “Jawaban kalian tidak salah akan tetapi ada yang lebih benar bahwa yang paling tajam di muka bumi ini adalah lisan” ujarnya. Karena itu kita mesti jaga dengan sebaik-baiknya. Bahkan barangkali banyak saudara-saudara kita yang sudah bergelimang dosa berpuluh-puluh tahun dalam keadaan kekafiran kemudian dia mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala hatinya terbuka, pikirannya mendapatkan petunjuk dari Allah kemudian lisannya mengatakan dua kalimat syahadat. Maka dia berubah menjadi laksana bayi yang semua dosa-dosanya berpuluh-puluhan tahun diampuni dimaafkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Begitulah pentingnya lisan kita. Oleh karena itu Ini pelajaran yang sangat penting buat kita semua.
Kita terus berbuat yang terbaik untuk mencari Ridha Allah. Ada nasihat bijak yang disampaikan oleh Grand Syeikh Al Azhar Syarif yaitu Syeikh Towi. Beliau mengatakan ada beberapa pemahaman:
- Kita semua ini adalah manusia-manusia biasa dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal siapa kita.
- Kita ini adalah orang-orang yang menarik di mata orang yang memahami dan mengenal kita.
- Kita ini adalah manusia-manusia yang banyak berlimpah keistimewaan dalam pandangan orang-orang yang mencintai kita.
- Kita pribadi-pribadi yang menjengkelkan yang suka menipu bagi orang yang penuh kedengkian pada diri kita.
- Kita ini adalah manusia-manusia jahat di dalam tatapan atau pandangan orang-orang yang tertanam dalam hati dan pikiran pada kita.
Oleh karena itu marilah kita terus berada di jalan yang lurus, kita ikuti ajaran agama kita. Agama kita disebutnya sebagai ihdinas shiratal mustaqim. Jalan yang lurus dan untuk mencari Ridha Allah. Setiap orang punya cara pandang atau perspektif pada kita semua sebagaimana yang tadi disahkan oleh Syaikhul Azhar tadi. Karena itu kita tidak perlu bersusah payah atau berlelah-lelah untuk menyenangkan orang lain karena pasti tidak ada artinya kita menjelaskan tentang kebaikan kita pada orang yang tidak ingin mengetahui siapa kita. Tidak perlu mencari kepuasan di hadapan orang lain karena pasti tidak akan bisa kita dapatkan. Cukuplah kita mengharap Ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena sungguh mencari Ridha Allah itu tujuan yang akan gampang kita wujudkan. Karena kebaikan Ridha atau kesenangan orang lain tentu tidak mudah kita dapatkan. Sementara Ridha Allah ini lebih mudah kita dapatkan. Oleh karena itu mari kita terus melakukan muhasabah diri kita. Melakukan muhasabah apalagi kita diam atau ditakdirkan hidup dalam lingkungan. Jalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan peran dan tugas kita punya standar operasional prosedur ataupun punya tata kelola yang sudah oleh lembaga kita. Maka kita jalan fungsi itu secara maksimal. Untuk menerima keridhaan manusia tentu agak susah atau susah untuk didapatkan, karena itu fokus saja untuk mencari Ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 105 وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan”.
Pemateri : Bp. Ahmad Rofiq
Source: https://youtu.be/MxPwykkeKJw