Berhusnudzon Terhadap Guru
Salah satu bentuk Birrul Walidain kita kepada dosen kita adalah berhusnudzan terhadap guru atau dosen kita. Seringkali ini di era modern kita sering melupakan, padahal ini adalah yang menjadi fundamental untuk mencapai keberkahan keilmuan kita menggapai keridhaan Allah dan Rasulnya. Bahkan kita ingat ada salah satu makalah yang tertulis di dalam Kitab yang ditulis oleh Syekh Ibrahim bin Muhammad bin Al Bajuri bahwa disebutkan “Sebuah keyakinan yang baik atau itikad yang baik, husnudzan yang baik akan selalu membawa kemanfaatan” walaupun pada kerasnya bebatuan apalagi kalau kita tarik di dalam dimensi pendidikan maka husnudzannya murid terhadap gurunya membuat futuh hati kita dan dimudahkan oleh Allah mendapat secercah ilmunya. Oleh karena itu ada maqalah segala sesuatu yang tidak beritikad belum bisa mengambil kemanfaatan. Bagaimana jadinya kalau terbersih di dalam benak hati kita bersuudzon terhadap guru atau dosen kita? Allah akan menutup pintu hati kita, oleh karenanya ada cerita yang menarik di dalam Kitab yang merupakan Syarah dari kitab Bidayatul Hidayah Kitab Maraqil Ubudiyah ditulis oleh Syekh Nawawi Al Bantani, Ulama Nusantara yang sangat terkenal. Beliau memberikan cerita tentang Hujjatul Islam, yaitu Imam Ghazali. Imam Ghazali yang lahir tahun 45 Hijriah dan wafat kurang lebih tahun 550 Hijriah. Kemahiran beliau di dalam ilmu Bahrul Ilmi bahkan menjadi Hujjatul Islam bisa hebat seperti itu. Pertanyaannya apa dan kenapa kok bisa sehebat itu? Ternyata salah satunya adalah bahwa Hujjatul Islam Imam Ghazali berkenan untuk selalu berhusnudzon kepada gurunya dan mau berguru kepada siapapun yang memberi kemanfaatan kepadanya.
Dikisahkan bahwa pada masa yang lampau, Imam Ghazali seringkali mengimami di masjid dekat rumahnya. Tetapi kemudian adiknya yang bernama Ahmad yaitu saudaranya Imam Ghazali jarang terlihat untuk berada di masjid bersama dia, kemudian Imam Imam Gazali meminta kepada ibundanya untuk memberitahu kepada saudaranya supaya ikut bersamanya. Kemudian Ahmad diberitahu oleh ibunya dan menurut, beliau berjamaah bersama Imam Ghazali di masjid. Beberapa waktu kemudian ternyata pada satu waktu Ahmad ketika berjamaah dengan Imam Ghazali beliau yaitu salat jamaahnya, ketika Mufaroqoh beliau keluar dari shalat jamaah bersama Imam Ghazali. Imam Ghazali selesai shalat bertanya kepada saudaranya “Wahai saudaraku Ahmad, apa gerangan yang membuat engkau Mufaraqah dari shalat bersamaku?”. “Wahai saudaraku Imam Al Ghazali, aku tadi melihat ada darah yang banyak yang melumuri kepada dirimu”. Masya Allah pada saat itu Imam Ghazali pun kaget dan beliau kemudian bertanya kepada adiknya “Bagaimana Engkau bisa tahu apa yang sedang aku pikirkan, aku memang tadi sedang kepikiran tentang masalah darah. Karena beliau ingin menyelesaikan problematika terkait dengan mutahayyirah yaitu bagaimana hukum wanita yang sudah pernah kemudian suci kemudian dia keluar lagi yaitu haidnya maka kemudian Imam Ghazali bertanya pada adiknya “Wahai adikku kenapa engkau bisa memiliki ilmu yang luar biasa yang tidak hanya melihat Zahir tapi juga mampu melihat Batin?”. Adiknya cerita “Bahwa aku punya guru yaitu seorang yang bekerja sebagai tukang sol sepatu”. Imam Ghazali meminta kepada saudaranya untuk mengantarkan kepada si tukang sol sepatu itu dan ketemulah beliau dengan orang itu secara fisik. Orang itu tidak seperti Syeikh yang besar tetapi kedalaman ilmu bahkan makrifatnya luar biasa. Imam Ghazali pun kemudian meminta supaya dijadikan murid oleh orang itu tapi si tukang sol sepatu itu mengatakan “Wahai Al Ghazali Engkau tidak akan mampu menjadi muridku”. “Wahai guru aku tetap akan ingin menjadi muridmu bagaimanapun caranya”. “Baik kalau begitu kamu harus menyapu lantai”. Imam Ghazali diuji keikhlasannya dengan menyapu lantai, ketika menyapu lantai ingin mengambil sapu gurunya mengatakan “Nggak usah pakai sapu, pakai tanganmu saja”. Kemudian dengan ikhlas dan berhusnudzan bahwa itu adalah perintah guru. Imam Ghazali melakukannya, setelah selesai Imam Ghazali pun diuji lagi oleh gurunya “Wahai Ghazali kalau engkau ingin jadi muridku benar-benar bersihkan kotoran yang ada di sana”. Imam Ghazali melepas bajunya supaya bajunya tak terkena kotoran tapi ternyata gurunya di luar dugaan memerintahkan “Hei Ghazali bersihkan memakai baju yang kau lepaskan itu”. Imam Al Ghazali dengan tetap berhusnudzan kepada gurunya, maka setelah selesai itu gurunya mengatakan “Engkau sudah lulus menjadi muridku dan sekarang Engkau pulanglah ke rumah, Engkau mengajarlah di Madrasah, mengajarlah di masjid sebagaimana biasanya Insha Allah engkau akan mendapatkan pemahaman dari Allah”. Setelah dari itu Imam Ghazali serasa betul-betul hatinya terbuka sangat mudah memahami ilmu dan beliau salah satunya memang menjadi ulama yang hebat.
Pertanyaannya adalah hikmahnya apa? Yang pertama hendaknya seorang murid memang harus berhusnudzon kepada gurunya maka guru pasti mengarahkan yang terbaik walaupun kadang guru menguji kepada kita. Problematika dunia pendidikan sekarang ini ketika guru banyak dimasukkan ke dalam penjara oleh muridnya tentu boleh jadi keberkahan akan dicabut oleh Allah. Yang kedua yang dilakukan oleh Imam Al Ghazali yang bisa kita petik adalah yaitu berusaha mengikhlaskan diri di dalam rangka mencari ilmu. Karena keikhlasan itu akan membuka pintu hati dan mendapatkan banyak barokah. Dan yang terakhir adalah beliau berusaha mencari guru yang secara spiritualitas tinggi sehingga memberikan keberkahan kemanfaatan.
Pemateri : Moh Farhan Husain, S.Pd.I., S.Hum., M.Pd.I.
Source: https://youtu.be/kWiYd3nczDg