Cara Utama Mendapatkan Ilmu
Kajian Kultum Ba’da Dzuhur – Senin 10 Juni 2024
Pemateri : Moh Farhan Husain, S.Pd.I., S.Hum., M.Pd.I. Lokasi : Masjid Abu Bakar Assegaf
Sangat menarik ketika kita mencoba mengkaji bagaimana mekanisme yang dilalui oleh para ulama kita dalam rangka mendapatkan keilmuan. ilmu yang tentu saja bermanfaat barokah akhir sega darinya akan bisa kita jadikan inspirasi bagi kita Generasi Khaira Ummah yang Birrul Walidain sehingga mampu memiliki kualitas keilmuan yang akan memberikan kemaslahatan Dunia wal Akhirat.
Apabila kita lihat bahwa paling tidak ada tiga hal yang dilalui oleh para ulama di dalam mendapatkan keilmuannya, hal ini sebetulnya sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an surah Al-Isra; Allah telah memberikan informasi kepada kita bahwa paling tidak kita bisa mendapatkan keilmuan yaitu bisa jadi dari pendengaran, bisa jadi melalui penglihatan dan bisa jadi melalui Fuad ataupun hati kita. Maka ketika kita klasifikasikan yang pertama ada ulama-ulama yang mendapatkan ilmu dengan jalan istim istim itu melalui asam melalui pendengaran mereka mendahaya gunakan pendengarannya secara optimal bahkan maksimal maka Allah karena karunianya memberikan dan menitipkan ilmu kepada beliau; ada kitab yang berjudul al ulamaul umiun ulama-ulama yang ummi yang tidak bisa membaca dan boleh jadi tidak bisa menulis yang ditulis oleh Syeikh Atiah yang mana di dalam kitab umiun beliau menyampaikan paling tidak ada 130 orang di antaranya misalnya ada Abu Hurairah, Abu Hurairah dikenal Ulama yang ahli hadits bahkan meriwayatkan tidak kurang 5.300 hadis tetapi beliau tidak mampu untuk membaca ada di antaranya Syeikh Ali Al Khawas merupakan guru dari Syekh Abdul Wahab As Sya’rani. Syekh Abdul Wahab As Sya’rani pengarang kitab wasiatul Mustofa memiliki guru Syeikh Ali Al Khawas yang memiliki kualitas keilmuan Bahrul Ilmi tetapi beliau juga dikenal tidak bisa membaca bahkan ada imam At-Tirmidzi. Imam At-Tirmidzi ulama yang sangat terkenal di dalam bidang hadits bahkan beliau menulis Kitab yaitu Sunan At-Tirmidzi yang termasuk di dalam Kitab rujukan di dalam masalah hadits bahkan Imam Tirmidzi juga mengarang kitab syamail Muhammadiyah tetapi beliau dikenal yaitu tunanetra tidak mampu untuk melihat tidak bisa membaca tetapi dengan keagungan dan kekuasaan Allah karena spiritualitas yang tinggi walaupun hanya mendengarkan maka beliau mampu meriwayatkan banyak hadits. Yang kedua ada ulama-ulama yang mendapat ilmu dari jalan yaitu Bil Bashar dengan penglihatan yaitu dengan membaca atau di dalam yang lain yaitu Bil Qalam sebab Allah sampaikan di dalam Al-Qur’an alladzi allama bilqam bahwa Allah memberikan pengetahuan kepada para ulama yaitu melalui pena tentu aktivitas membaca dan menulis menjadi kualitas sehari-hari para ulama ini di antaranya misalnya kemudian kita mengenal ada kitab yang berjudul Tarikh Madinah Damsyik yang ditulis oleh Ibnu Asirin beliau guru dari Salahuddin Al-Ayyubi beliau mengarang tidak kurang 60 kitab melakukan riset sampai 60 buku dihasilkan yang luar biasa di antara karya monumentalnya adalah Tarikh Madinah Damsyik yang kurang lebih 80 jilid, 80 jilid sangat banyak luar biasa bahkan kita mengenal juga misalnya Ibnu Hajar Al-Asqalani di mana Ibnu Hajar Al-Asqalani ini pernah mengarang kitab yaitu Fathul Bari yang merupakan Syarah dari shahihul Bukhari kebetulan kita bersempat berziarah ke Ibnu Hajar Al-Asqalani beliau punya yaitu kitab yang kemudian diberi judul qimat zaman di dalam Kitab itu beliau kemudian menuliskan ada cerita yaitu ada ulama yang bernama Ubaid bin Yais bahwa Ubaid bin Yais saking cintanya terhadap ilmu membaca dan menulis sampai dikisahkan beliau tidak ada waktu untuk makan sampai makan disuapi oleh istrinya saking cintanya terhadap ilmu bahkan ada cerita terkait Ibnu Sibaweh Imam Sibaweh itu ahli di dalam masalah Nahwu beliau ini diceritakan bahwa istri beliau sampai-sampai yaitu merasa cemburu terhadap keilmuan yang dimiliki Imam Sibaweh sebab istrinya itu kemudian mengatakan wahai suamiku aku ini adalah istrimu tolong aku perlakukan seperti kitab dan bukumu maka kalau tidak aku ingin membakar dan daripada kitab Anda. Artinya bahwa ulama-ulama pada masa dulu ada banyak yang mendapatkan ilmu yaitu dari jalan Bil Bashar dengan membaca dan Bil Qalam dengan menulis ataupun riset. Kemudian yang ketiga ada ulama yang terakhir ini mendapatkan ilmu yaitu bitorqil ilhaq yaitu dari Jalan Laduni orangnya tidak banyak membaca tetapi banyak mengetahui keilmuan sebab ada jalan lain yang ditempuh berupa berdzikir kepada Allah dan juga beribadah maka wattaqullah wim ukumullah bertakwa kepada Allah, Allah akan memberikan ilmu kepadanya dan boleh jadi Allah memberikan ilmu karena Jalan Birrul Walidain karena ketaatan yang luar biasa kepada Allah dan orang tuanya yaitu kita mengenal misalnya ada Imam fakhruddin arrazi yang mengarang kitab tafsir Kabir yaitu disebut dengan tafsir mafatihul Ghaib ini dianggap menjadi orang nomor dua terhebat setelah Imam Ghazali maka beliau itu satu saat sowan kepada ulama yang Ahlul ilhaq ahli Laduni ternyata kemudian ketika beliau sowan itu keilmuan beliau seakan hilang maka beliau pun kemudian minta diajari oleh Ulama yang ahli ilhaq artinya bahwa ketika Allah berikan ilmu kepada orang-orang atas dasar ibadah yang dilakukan atas dasar futuh yang telah diterapkan Allah di dalam hatinya maka kualitas ulama yang demikian ini luar biasa. Oleh sebab itu di era kontemporer saat ini kita pun bisa memilih apakah kita memilih Jalan mendapatkan ilmu dengan jalan istima mendengarkan ataukah dengan jalan Bil Bashar al qalam dengan jalan membaca dan juga dengan jalan menulis ataukah kita ingin mencari ilmu Bil ilhak dengan mendekatkan diri kepada Allah tentunya bisa kita kolaborasikan.